Kisah Cinta Mawar Part 2
ALLAH PUNYA ALASAN DI BALIK SKENARO-NYA
( PART 2 )
Semarang, 30 Maret 2018
Merasakan cinta adalah salah satu fitrah manusia. Semua jiwa yang normal
pasti akan mengalaminya, tergantung bagaimana individu tersebut
mengendalikannya. Hal tersebut pun dirasakan oleh Mawar, seorang gadis remaja
yang baru masuk SMA ( masa lau ). Kini Mawar sedang mengingat masalalunya, masa
– masa SMA. Karena kisah ini ia bagikan ketika ia sudah berstatus sebagai
Mahasiswa.
Kala itu, Mawar merasakan gejolak dalam hatinya. Ia selalu mengingat
Budi, merindukan Budi, sampai menangis karena ia takut dengan perasaannya
sendiri, ia khawatir sekolahnya akan menjadi kacau karena selalu teringat Budi.
Kemudian Mawar menyiasatinya dengan berkegiatan. Ia harus mencari hal yang membuatnya
sibuk dan tidak sempat memikirkan hal yang tidak penting untuk dipikirkan. Atau jika perlu, ia ingin ditemukan dengan
sosok yang dapat menggantikan Budi.
Akhirnya benarlah, Mawar mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sekolah full
dalam sepekan. Bahkan ia tidak ragu untuk mengambil jadwal ekstra yang
berbenturan. Sebenarnya tidak sepenuhnya karena Budi lantas Mawar seperti itu,
tapi karena ia tidak ingin sekolahnya menjadi sia – sia karena tidak mendapati
hal – hal menarik. Mawar mengikuti ekstra musik, tilawah, HW, Tapak Suci,
English Club, Badminton, dan mendaftar organisasi sekolah seperti OSIS, HW,
Mubaligh – Mubalighoh ( sejenis Rohis ). Itu sudah cukup padat dalam sepekan,
bahkan terkadang hari Minggu pun Mawar harus rela beranjak dari rumah untuk pergi
ke sekolah.
Dalam perjalanan kelas 1 SMA, Mawar tetap teringat Budi walaupun hanya
sesekali saja, entah ketika hendak tidur, atau waktu senggang. Terkadang Mawar
berharap dapat dipertemukan dengan sosok yang lebih baik dari Budi. Dan ketika
mengingat bagaimana ia dulu berusaha mendapatkan nomor telepon Budi, lalu
bersusah payah menghubungi Budi. Teringat ketika ia bertanya kepada Budi
melalui SMS,
Mawar : Budi, kamu membenciku? Apa aku tidak bisa menjadi temanmu?
Budi : Semua yang aku kenal ku anggap teman.
Mawar : Tapi sikapmu tidak seperti seorang teman.
Budi : Memangnya kita berteman?
Mawar : Oh, ternyata aku memang tidak pantas menjadi temanmu.
Budi : Ku rasa kita lebih dari sekedar teman.
Mawar : Maksudnya?
Budi : Iya, kita lebih dari sekedar teman.
Mawar : Kenapa kamu tidak pernah menyapa namaku?
Budi : Ingin ku sapa siapa?
Mawar : Dengan namaku.
Budi : Sesukamu saja.
Mawar mengingat percakapan dengan Budi yang ia rasa berbeda dengan orang
lain. Budi selalu memberi kejutan dalam kata – katanya, sekalipun kejutan yang
menyakitkan. Tapi Mawar rasa, itulah sebab ia tidak merasa Budi membosankan.
Dan selalu ingin bermain teka – teki bersama Budi. Sayangnya itu sudah berlalu,
dengan akhir yang tidak mengenakkan.
Mawar berjalan menuju masjid sekolah ketika istirahat ke dua jam 12 siang
bersama teman – temannya. Kemudian temannya mengajak berhenti di samping masjid
karena ingin bertemu seseorang. Tiba – tiba datang siswa laki – laki berjaket
ungu, wajahnya seperti orang Arab, berbadan tinggi, alis matanya tebal dan
sekilas ia terlihat sangat manis. Ternyata, ia teman SMP teman Mawar yang
bersekolah di sekolah sebelah ( persis bersebelahan dengan sekolah Mawar ).
Setelah selesai bercakap – cakap, Mawar dan teman – temannya melanjutkan
aktifitas di masjid.
Dalam perjalanan pulang ke kelas, Mawar bertanya kepada temannya, ‘’Siapa
dia? Sepertinya kalian akrab sekali. Kenapa wajahnya seperti orang Arab ya?’’
Teman Mawar akhirnya menjelaskan perihal lelaki berjaket ungu itu. Dan
berencana untuk mengnalkannya kepada Mawar esok – esok hari.
Lagi – lagi anak itu memakai jaket ungu, memancing Mawar berfikir ‘Apa
jaketnya tidak pernah dicuci?’. Setelah saling berkenalan dan mengobrol, Mawar
dan Arjuna ( Sebut saja begitu ) akhirnya bertukar nomor ponsel, dan
melanjutkan komunikasi lewat SMS, berbagi kisah dan cerita. Suatu hari Arjuna
mengajak bertemu Mawar di warnet untuk mengerjakan tugas. Mawar pun langsung ke
warnet sepulang sekolah, dan bertemu Arjuna di sana. Saat mengecek bilik
warnet, ternyata tinggal satu yang tidak dipakai. Akhirnya mereka bergantian
untuk mengerjakan tugas. Arjuna mempersilakan Mawar untuk menggunakannya
terlebih dahulu. Dan ketika Mawar ‘nugas’ ada teman sekelasnya datang ke warnet
juga. Sebut ia Berli, teman SMP Arjuna. Berli lalu menghampiri Mawar dan
berkata ‘’Arjuna-mu ku pinjam dulu ya.’’ Sontak Mawar melototi Berli karena
perkataannya itu tidak lucu. Berli hanya cekikikan. Sudah hampir setengah jam
mereka tidak kembali. Mawar santai saja mengerjakan tugasnya, karena disadari
tidak ada yang menunggu. Kemudian Berli datang mengejutkannya, Berli meminta
maaf karena Arjuna tidak bisa ikut lagi karena ada urusan mendadak. Mawar
berkata ‘’Iya tidak apa – apa’’. Tapi Mawar melihat raut wajah Berli yang aneh,
namun berusaha untuk berfikir positif dengan mengalihkan pikirannya untuk fokus
pada komputer di depannya. Dan tanpa di sangka, tiba – tiba Arjuna masuk ke
dalam bilik dan duduk di samping Mawar, yang membuat perasaan Mawar tidak
karuan. Mawar mempunyai firasat aneh.
Arjuna : Mawar, aku ingin mengatakan sesuatu.
Mawar : Apa?
Arjuna : ( Mengambil sesuatu
dalam saku jaketnya, sebuah kotak kado kecil manis berpita ) ini buat kamu.
Mawar : Maaf aku ngga mau.
Arjuna : Buka saja dulu.
Mawar : Aku ngga mau.
Arjuna : Yaudah, dibawa pulang dulu, kamu buka di rumah.
Mawar : Enggak, nanti ketauan ibu.
Arjuna : Umpetin biar nggak ketauan.
Mawar : Kenapa sih?
Arjuna : I Love You.
Setelah itu Arjuna pergi meninggalkan Mawar di bilik. Mawar lagi – lagi
dihadapkan dengan momen konyol. Berkali – kali Mawar menggelengkan kepala
dengan apa yang barusan dialaminya. Tapi Mawar sangat menghargai keberanian
Arjuna.
Menyadari Berli dan Arjuna sudah pergi, Mawar langsung membuka kado kecil
tadi. Mawar menemukan sepasang jam tangan rantai dengan selembar surat kecil
tulisan Arjuna yang menyatakan perasaannya. Setelah itu, Mawar pulang ke rumah
dengan perasaan yang bercampur – campur.
Kecemasan kerap muncul dalam hati Mawar, takut kalau – kalau yang
dilaluinya adalah maksiat. Namun Mawar menyadari, ia bukan manusia yang selalu
lurus, ia merasa itu semua wajar terjadi, selagi tidak menjerumuskan. Akhirnya
dengan hati – hati, Mawar menyimpan kotak jam itu di sebuah kardus besar yang
berisi kain usang, dengan harapan Ibunya tidak akan menemukannya. Ia tidak bisa
membiarkan kotak tersebut di tasnya, karena Ibunya selalu memeriksa tas nya
sepulang sekolah atau malam hari.
Namun meleset, Ibunya yang Mawar sadari tidak pernah membongkar kardus
itu malam harinya entah kenapa memeriksa kardus itu. Sepertinya memang sudah
mengetahui kalau Mawar menyimpan sesuatu. Setelah menemukan kotak jam, Ibu
Mawar langsung bertanya, ‘’Ini punya siapa?’’ Mawar pun menjawab ‘’Itu punyaku
Bu, dari teman’’. Untung saja surat dari Arjuna sudah Mawar sobek dan buang,
jika tidak Ibunya pasti akan marah – marah mengira Mawar melanggar aturan
ibunya. Dengan rentetan pertanyaan Ibunya, Mawar tidak dapat lagi mengelak dan
berbicara jujur pada ibunya, apa yang dialaminya hari itu. Sebelum dia
menjelaskannya, ia lebih dulu meminta ibunya berjanji untuk tidak marah. Dan
beruntung, ibunya memaklumi kejadian itu. Lalu menasehati Mawar untuk menjaga
diri, melarang Mawar berpacaran, namun juga melarang bersikap kasar kepada
lelaki. Intinya, menolaklah dengan sopan dan dengan kata – kata yang tidak
menyakiti. Mawar pun merasa lega luar biasa dan bersyukur.
Sebagai remaja
yang labil dengan prinsipnya, Mawar dibingungkan dengan keadaannya saat itu. Di
samping ia ingin melupakan Budi dengan cara sibuk berkegiatan, ia pun
mempertimbangkan penawaran Arjuna. Terlintas pikiran bahwa dengan menerima
Arjuna, ia dapat melupakan Budi sepenuhnya. Akhirnya dengan pola pikirnya saat
itu, Mawar pun menerima tawaran Arjuna dan jadilah mereka dalam ikatan yang
Mawar anggap hal tabu. Mawar pun selalu mengenakan jam tangan pemberian Arjuna,
dan selalu berusaha menyamankan diri dalam berkomunikasi. Mawar anti bertemu
kecuali hal mendesak, jadi ia hanya berkomunikasi dengan Arjuna lewat media
ponsel saja.
Dua bulan
lamanya hubungan itu berlalu dengan sangat hambar. Mawar merasa bosan dan
gagal. Gagal dalam melupakan Budi. Pikir Mawar, ia tidak seharusnya menerima
Arjuna dengan ‘melupakan Budi’ sebagai alasannya, sekalipun tidak seperti itu
yang diketahui Arjuna. Arjuna juga tidak mengasyikkan di mata Mawar, karena ia
sosok yang monoton, selalu mengalah, dan tidak tegas sama sekali. Setiap kali
Mawar meminta pertimbangannya tentang suatu hal, Arjuna hanya mengiyakan saja
apapun itu. Termasuk ketika Mawar memutuskannya secara sepihak, ia tidak
seperti Soleh yang memohon berkali – kali untuk tidak, ia hanya menolak halus
lalu mengiyakan saja. Memang, sisi baiknya Mawar menjadi tidak terlalu merasa
bersalah. Akhirnya, Mawar kembali sendiri, fokus pada sekolah dan kegiatannya. Jam
tangan yang pernah diberikan kepadanya, ia kembalikan pada Arjuna dengan
melemparnya dari lantai 2, jangan bayangkan betapa kejamnya. Itu hanyalah
siasat supaya mereka tidak bertemu secara langsung karena pasti mereka akan
merasa canggung, dan agar orang lain tidak tahu apa yang sedang terjadi, Arjuna
pun memahaminya.
Namun setelah
itu, ada saja ujian untuk perasaan Mawar. Karena ia mudah bergaul, banyak pula
yang mengenalnya, entah laki – laki atau perempuan. Singkat cerita, Mawar
mempunyai sahabat yang amat dekat, dan sudah ia anggap seperti keluarganya. Sebut
saja Rosi. Mawar dan Rosi selalu bersama, walaupun sebenarnya, mereka mempunyai
latar belakang yang sangat berbeda. Namun mereka mampu untuk saling memahami,
dan itu menjadi kekuatan hubungan persahabatan mereka hingga kini dan kapanpun.
Mawar tidak pernah merayakan ulang tahun sebelumnya, karena memang Mawar tidak
suka perayaan dan keluarganya tidak pernah melakukannya. Namun kehadiran Rosi,
menjadi warna dalam cerita hidupnya.
10 Desember 2014
adalah hari ulang tahun Mawar yang ke 16 tahun. Rosi telah mempersiapkan
kejutannya yang sama sekali tidak disangka Mawar. Lantas Mawar menurut saja
ketika dibawa Reza ( teman di ekstra Musik ) main ke rumah Rosi. Ketika sampai
di rumah Rosi, Mawar merasa biasa saja karena keadaan rumah sepi, rapat dikunci
dan jendela tertutup gorden. Ketika Rosi membukakan pintu rumah, Mawar dan Reza
pun masuk dan duduk. Benar – benar sepi dan remang – remang di dalam rumah. Beberapa
detik kemudian, Mawar dikagetkan dengan kehadiran beberapa teman – temannya dari
dalam rumah yang membawa kue ulang tahun dengan nyala lilin di atasnya, mereka
keluar dari ruangan dengan bernyanyi ‘’Happy Birthday’’. Mawar merasa sangat
bahagia dengan kejutan itu, segeralah meniup lilin dan bergembira ria. Lalu teman
– temannya menyuruh Mawar untuk memotong kuenya, namun Mawar menolaknya, karena
ia tidak pernah melakukannya sebelumnya, ia menyuruh Rosi saja yang memotong
kuenya. Dan sebelum itu, tiba – tiba ada sosok dari dalam ruangan datang, lelaki
berjaket ungu. Siapa lagi kalau bukan Arjuna. Spontan Mawar melirik kepada
Rosi, dalam tatapannya ia bertanya ‘kenapa Arjuna ada di sini?’ Arjuna
menyodorkan sebuah bingkisan kotak pipih panjang kepada Mawar. Dan dengan berat
hati, Mawar menerimanya.
Akhirnya acara
itu berjalan dengan sedikit canggung. Mawar sangat bersyukur mempunyai sahabat
seperti Rosi dan yang lain, yang mengenalkannya dengan kehidupan di kota. Setidaknya,
hal itu dapat menambah wawasan Mawar.
Sambil menikmati
berlalunya hari, ketika Mawar berada di sebuah angkutan umum dalam perjalanan
pulang sekolah, ia mendapat sebuah SMS dari ustad Al, salah satu kakak kelasnya
yang berprofesi sebagai guru mengaji. Dalam pesannya, ustad Al bercerita bahwa
ada seorang muridnya yang kebetulan teman seangkatan sekolah Mawar dari sekolah
sebelah yang habis dihukum, karena ketika ujian tulis mengaji anak tersebut
bukannya menjawab soal, malah mengukir nama Mawar di bukunya. Mawar yang
membaca pesan itu hanya tertawa kecil dan berharap Ustad Al berkenan memaklumi
apa yang terjadi, karena itu di luar kendali Mawar. Bahkan Mawar tidak
mengenali anak itu, hanya sebatas ‘sepertinya tau.’
Mawar menata
hatinya kembali, berfikir itu semua pasti akan berlalu dan akan terjadi kisah
berikutnya. Mawar hanya akan menjalaninya dan menyikapi semampunya, tanpa harus
terlalu merasakan, karena itu hanya akan membuatnya kalut. Dengan menjadikan
gejolak yang terjadi sebagai pengiring cerita sekolahnya. Dan benar saja, ada
nomor asing masuk mengirim pesan padanya. Sebutlah Jefri ( murid ustad Al ). Mawar
tahu kalau Jefri pasti mendapatkan nomornya dari Ustad Al. sedikit kecewa dalam
batin Mawar, kenapa ustad Al tidak meminta ijin padanya terlebih dulu. Tetapi apa
boleh buat. Jefri adalah sosok yang berambisi.
Mawar menyimpulkan dari gaya komunikasi di pesannya. Dan karena enggan
untuk berlanjut, Mawar mengganti kartu ponselnya, berharap agar Jefri tidak
menghubunginya lagi.
Setiap hari Jum’at,
Mawar mengikuti ekstra HW di sekolah. Saat itu, para anggota dikumpulkan di
lapangan Indoor. Karena tidak ada jarak untuk sekolah 1 dan sekolah 2, Mawar
dapat melihat dengan jelas murid – murid sekolah sebelah yang mayoritas laki –
laki. Mawar mendapati sosok yang sepertinya ia tau, dia adalah Jefri. Menyadari
Jefri juga melihatnya, Mawar langsung berbalik arah. Dan betapa Mawar tidak
malu, Jefri justru berteriak keras memanggil nama Mawar. ‘’Mawaar, kenapa kamu tidak membalas pesanku? Aku meminta nomor barumu!’’
semua teman Mawar menoleh kepada Mawar, ada yang menatap selidik, ada yang
berkata ‘ciyee’ ada pula yang acuh. Kemudian Mawar membalas Jefri dengan
isyarat agar dia jangan berisik. Beruntungnya Jefri menurut.
Semua yang
terjadi Mawar rasa tidak penting, yang ia hadapi bukan hanya masalah hatinya,
namun juga kehidupannya yang bercabang pada banyak hal. Namun karena dalam
kisah ini sudah disepakati untuk mengisahkan hatinya, ia tak dapat berlari
untuk melanjutkan kisahnya.
Skip untuk cerita Jefri dan lelaki lain
yang Mawar anggap sama. Mereka sama – sama membuat Mawar bingung dan enggan
menjelaskannya secara detail. Tidak ada yang berhasil menggoyahkan hatinya
untuk jatuh, luluh, apalagi bertahan. Sekalipun dengan perhatiannya,
kebaikannya, kemurahannya, ketampanannya, Mawar selalu gagal untuk menyamankan
diri dengan salah satu dari mereka. Pada dasarnya, Mawar berusaha untuk tidak
terlalu keras hati, namun ia tidak berdaya untuk menolak kata hati. Sekalinya jatuh,
ada saja yang membuat hatinya sakit. Karena kebanyakan dari mereka sama, yaitu
bermain – main. Hinga Mawar menemukan kisah baru.
Tertunjuk menjadi
panitia pesantren liburan adalah kabar gembira bagi Mawar. Karena itu adalah
hal yang baru baginya. Sepekan lamanya ia harus bertugas dan tinggal di tempat
acara. Buah dari sepekan ia belajar di sana adalah menemukan teman baru salah
satunya. Temannya ini seorang lelaki, kakak kelasnya, yang mempunyai watak
pendiam dan misterius. Tarnyata, ia juga seorang guru mengaji. ‘Wah, banyak
ustad muda.’ Pikir Mawar. Penampilannya yang rapi, bersepatu, mengenakan jas, membuat
Mawar ingin mengenalnya. Lagi – lagi, Mawar tertarik dengan lelaki ber-cover demikian.
Setelah sepekan
berlalu, Mawar telah mendapatkan nomor ( sebut saja ) Ustad El. Ia mengulang
kisahnya kepada Budi 4 tahun yang lalu. Daaan, benar saja ustad El sama
juteknya dengan Budi. Ia jarang membalas pesan Mawar atau membalas dengan satu
huruf saja. Dengan sendirinya, Mawar merasa penasaran, persis dengan apa yang
ia rasakan terhadap Budi. Dengan mencari topik pembahasan akhirnya Mawar
berhasil melunakkan ustad El dalam berkomunikasi. Semenjak itu, mereka sering
sharing dan bertukar cerita. Banyak hal sama yang mereka alami dan rasakan. Hingga
5 bulan lamanya komunikasi itu berlanjut. Yang Mawar rasakan saat itu, ia
seperti sudah menemukan impiannya. Lelaki sholeh, tampan, rapi, cerdas dan
tegas. Sejak saat itu, Mawar sering membayangkan masa depannya. Ia yakin bahwa
ia telah berhasil melupakan Budi dengan menemukan ustad El. Ustad El pun
ternyata mempunyai perasaan yang sama, dengan segala pernyataannya lewat pesan.
Lagi – lagi Mawar tidak menjalin hubungan dengan sosok yang ia anggap nyaman. Hanya
sebatas komunikasi dan saling mengungkapkan perasaannya. Namun Mawar tidak
pernah berani berjanji untuk berkomitmen, karena ia sangat percaya Allah sangat
kuasa membolak – balikan hati. Ia hanya menjalaninya dengan hati – hati.
Di luar dugaan
Mawar, ternyata ustad El mempunyai perasaan yang mendalam terhadapnya. Lebih dari
apa yang dirasakannya terhadap ustad El. Mengetahui itu, Mawar berusaha menjaga
hatinya. Dan berharap Budi tidak akan muncul lagi dalam hatinya.
Semuanya kembali
berlalu, dengan perasaan Mawar pada ustad El. Namun Mawar belum berani
menyebutnya sebagai cinta, entah mengapa berat sekali dirasanya. Yang ia tahu,
ia sedang berusaha mencintai ustad tersebut.
Tiba – tiba Mawar
mendapat pesan dari Budi, ajakan untuk berbuka puasa bersama dengan teman –
teman SMP. Sore itu hujan lebat sekali. Padahal Mawar sudah bersiap berangkat. Namun
Mawar tidak mau melewatkan momen ini. Hatinya tetap tergerak untuk bertemu
Budi. Dan dengan bantuan Rosi, sampailah Mawar di rumah makan tempat yang sudah
disepakati. Mawar datang terlambat, ketika itu. Sesampainya bertemu Budi,
perasaan Mawar kembali tidak menentu. Ia ingin menjerit, menangis, namun
ditahan. Mawar pun sama sekali tidak mengharapkan perasaan itu muncul, tapi
tetap saja. Masa lalunya secara beruntun mengisi pemikirannya, ingatannya
tentang Budi sungguh kembali. Dan perlu diketahui, Mawar pandai menutupi
kecanggungannya, tapi ia tidak bias berbohong dari matanya.
Setelah selesai
berbuka mereka menunaikan sholat maghrib berjama’ah. Saat itu adalah pertama
kalinya Mawar mendapati Budi sebagai imam sholat. Dan Mawar pun mengetahui
kalau Budi ketua Rohis di SMA dari obrolan sebelum sholat. Terlintas dalam
benak Mawar, ‘’Kenapa kemarin tidak
kuterima saja menjadi ketua Mubaligh, malah menjadi wakil. Kan kalo jadi ketua
nanti samaan’’ . teringat ketika Mawar ditunjuk langsung oleh gurunya menjadi
ketua Mubaligh di sekolahnya, namun tawaran itu ia tolak. Dan malah menerima
menjadi wakil ketua.
Sholat maghrib
dilakukan dengan Jahr, dengan
demikian maka Mawar mendengar Budi melantunkan ayat – ayat Allah. Dan betapa tidak merinding dirinya, karena
ternyata Budi baik dalam membaca Al – Qur’an. Sungguh perasaan Mawar terhadap
ustad El bak hilang dengan seketika. Mawar meratapi kebodohan dirinya, kenapa
hatinya seperti itu? Kenapa ia sangat mudah menyakiti orang lain dan tersakiti
oleh orang lain?
Semenjak momen
buka puasa, Mawar memutuskan untuk tidak terbuka kepada siapapun dalam hal
perasaan. Ia memilih untuk memendam dan menikmatinya. Sudah cukup ia memberi
harapan palsu kepada orang lain, sudah cukup ia menyakiti dirinya sendiri
dengan menyakiti orang lain. Tidak akan lagi ia mudah jujur dengan perasaannya.
Dan setiap kali ia merasa ada yang mendekatinya, dengan caranya ia selalu
mengubah alur pembicaraan. Mulai saat itu, Mawar akan benar – benar fokus
terhadap sekolahnya dan enggan lagi memikirkan sesuatu yang belum saatnya. Semakin
berlalunya waktu, sehari, seminggu, sebulan, setahun, Mawar berhasil melatih
kedewasaannya. Dan banyak hal yang didapatkannya.
Bahwa mengumbar perasaan
secara tremor itu bukan hal yang bijak, berpacaran itu tidak ada dalam agama
Islam. Mawar berusaha menjadikan kesadarannya di akhir cerita sebagai hikmah
dari apa yang dialaminya selama itu. Andai saja ia mudah untuk membuka hati
kepada seseorang, mungkin saja ia akan menganggap bahwa mereka mereka adalah
pilihan. Dan apa yang dirasakannya berbalik, ia melihat tidak ada pilihan
satupun di antara sekian. Justru malah memendam perasaan terhadap orang yang
tidak akan mungkin menjadi miliknya.
Dan sepanjang
jalan menahan perasaan itu, Allah sesekali memberikan petunjuknya. Hal – hal
yang membuat perasaan Mawar terhadap Budi terkikis sedikit demi sedikit. Walaupun
membutuhkan waktu cukup lama. Yaitu sampai Mawar menjadi Mahasiswa. Walaupun tidak
begitu pasti kapan mulai menghilangnya, yang Mawar rasakan adalah semenjak
semester 1 berakhir, Mawar sama sekali tidak mengharapkan Budi lagi dalam
hatinya. Cukup semuanya menjadi kisah dan kenangan. Dan dengan sepenuhnya Mawar
percaya bahwa Allah akan memberikan kejutan untuknya suatu saat nanti. Jika jodoh
adalah cerminan dirinya, maka Mawar harap Allah mengirimkannya ketika Mawar
sudah benar – benar siap dan menjadi muslimah kaaffah. Biarlah saat ini hingga nanti waktunya, menjadi saat bagi
Mawar untuk berbenah diri dan memperbaiki diri.
Sekalipun begitu,
perasaan perempuan tetaplah lembut. Itu mengapa terkadang Mawar merasa mudah
hanyut dan segera menata hatinya lagi. Berharap Allah selalu menjaga
perasaannya, melindungi dirinya. Allah Yang Maha Membolak – balikan Hati, yang
senantiasa mempunyai alasan terbaik pada setiap scenario-Nya.
Komentar
Posting Komentar