Karya Tulis Imajinasi SOSOK DI KALA LELAP
Sosok di Kala Lelap
Karya Dila Indah Tawakhalni
Tek..
tek.. tek.. Gerak jarum merah jam dinding itu benar – benar terdengar jelas di
telingaku. “Ayolah, ini sudah larut, kau butuh istirahat.” Aku bergumam
sendiri, aku benar – benar tersiksa dengan keadaan ini, sosok itu tak mau
pergi.
“Kau
ingin aku pergi?” Suara itu kembali lagi, aku marah, namun aku sedikit takut
dan bingung. Aku mencoba memberanikan diri untuk berucap. “Sebenarnya siapa
kau!” “Aku? Hahaha,, kau lebih tahu aku. Heey bangunlah, kau yang membuatku di
sini.” “Tidak !” Nafasku terasa cepat, kulepaskan kedua tanganku dari
telingaku, sekarang sosok itu telah lenyap, aku menghembuskan nafas lega, dan aku memejamkan mata lagi.
Apa
yang terjadi? sekarang aku menemukan diriku di tempat yang benar – benar aku
kenal. Sebuah ruangan yang tak nampak warnanya, tapi aku yakin cat dinding ruangan ini
berwarna biru muda. Namun tertelan gelap tanpa sinar, hanya sedikit saja cahaya
rembulan yang berhasil mengukir bentuk tak beraturan namun lurus. Sebuah dipan
mungil, almari, dan meja belajar yang tak jelas. Sebuah ruangan berukuran 4 x 5
meter, ruangan tempatku beristirahat, belajar, berimajinasi, dan... berdialog
dengan sosok yang tak ku kenal. Apakah ini mimpi? Aku berusaha menyadarkan
diri, tapi tak kunjung ada perubahan.
”Jangan
menyiksa diri.” Aku berbalik arah mencari sumber suara itu. Sosok lelaki itu
datang lagi dan berujar dengan santainya. Aku melihat punggungnya, dan lagi –
lagi dia enggan untuk menampakkan wajahnya. Gayanya santai dengan melipat
tangannya. Aku geram, namun aku takut. Kira – kira lima langkah aku dapat
meraihnya, dan entahlah. Kaki ini terasa sangat berat.
“Aku
hanya butuh kau sebutkan siapa kau! Kau muncul tiba – tiba, lalu hilang. Muncul
lagi, hilang lagi. Apa sebenarnya maumu hah?” “Sudah ku bilang, kau lebih tahu
aku. Harusnya kau tanya pada dirimu sendiri, kenapa aku ada. Aku takkan di sini
jika kau tak melakukannya. Aku ini tidak ada di duniamu, tapi kau yang
menganggapku ada.” Aku mencoba menelik makna dari ucapannya. Tapi ini malah
membuatku tambah gusar. Aku merasa gila, aku sadar namun seperti tak sadar. Aku
benar – benar ingin pulang, tapi
pulang kemana? Apa yang salah? Dan ini adalah tempatku, tapi aku tidak paham dengan peristiwa ini.
Aku
menunduk, aku tak kuasa menatap sosok itu. “Kau tahu jawabannya. Tapi kau
berbelit – belit !.” “Haha.. Kau ini aneh, aku ini hasil imajinasimu.” Dia
berkata lagi. Kurapatkan kedua jari telunjukku di kedua telingaku. “Pergi! Dan
jangan pernah kembali!” Aku harap dia enyah. “Apa kau yakin? Selamanya kau
takkan pernah bisa mengusirku, jika kau selalu melakukannya.” “Apa yang sudah
kulakukan? Apa hubungannya dengan kehadiranmu!” suaraku meninggi.
“Janganlah
biarkan dirimu berlama – lama diam, bermain imajinasi secara tremor, hingga kau
lupa tugasmu di duniamu. Yang kau pikirkan
itu elusif. Jika kau yakin membuatku pergi, maka aku akan pergi. Selamat
tinggal.” Kuangkat kepalaku, “Tu.. tunggu!” Terlambat, sosok itu telah tiada,
“Diam, Imajinasi, Dia?” Iya, aku memang senang berkhayal yang tak jelas. Huuh,
Kuusap jidatku dan memejamkan mata lama, darahku
sepertinya naik.
“Kriiiiiiing,
kriiiiiiiing!” Aku terperanjat, dering ini benar – benar memekakkan telingaku.
Ku raih sesuatu di samping alas kepalaku berbaring dan menekan sesuatu di sana.
Akhirnya bising itu telah usai. Ku
tatap alarm yang sedang ku pegang. Pukul 04.00, dan aku mencoba bangunkan setengah badan
ini hingga terduduk. Kusibakkan rambut panjang lurus yang menutupi wajahku ke
belakang. Mataku mencoba menatap dan memutari setiap sudut ruangan ini. Aku beranjak
menyalakan penerang ruangan ini, melangkah menuju cermin “Oh Tuhan, terimakasih, aku baik – baik saja, hanya
terlihat sedikit pucat!” aku
berujar di depan cermin dan lantas tersenyum. Kali ini aku teringat ada do’a setelah bangun
tidur, dan aku melafalkannya lirih. Ternyata tidak seburuk itu. Dan aku
bermimpi dalam mimpiku.
Komentar
Posting Komentar