Karya tulis tema kebangsaan Karya Tulis Dila " INTUISI UNTUK BANGSAKU "

Intuisi Untuk Bangsaku
Karya Dila Indah Tawakhalni

                   Aku lahir di negeri ini sebagai generasi penerus bangsa, bangsa yang ku kenal dari cerita kakek, ibu, ayah, guru, sejumlah buku sejarah, dan cerita dari mulut ke mulut. Setidaknya, aku jadi memiliki gambaran tentang bangsa ini sebelum aku ada hingga aku mendengar kata “Indonesia”.

                   Dari kecil ibuku mengajariku menyanyikan lagu kebangsaan, memberitahuku bagaimana menyanyikannya dengan nada yang benar, sesekali beliau menyisipkan cerita masa lalunya ketika berstatus menjadi pelajar.  Bercerita tentang Soekarno, dan terkadang ceritanya menyedihkan membahas penjajahan yang dulu dilakukan oleh bangsa tak beradab di negeri ini. Entah mengapa aku benar – benar merasa jatuh cinta pada Indonesiaku.

                   Berbeda dengan ayah, ayah tak pernah menyinggung tentang negeri ini, entah kenapa, mungkin enggan, mungkin juga tidak tahu. Beliau hanya mendalamkan padaku hal – hal spiritual. Pernah aku mengerjainya dengan bertanya tentang sejarah karena soal di buku Fokus, beliau hanya menjawab seperlunya dan benar – benar sekedarnya, dan aku tertawa bersama ibu karena jawaban ayah salah.

                   Sekarang sudah hampir 12 tahun aku bersekolah, aku telah dewasa, aku mulai memahami perkembangan negeri ini. Tak sedikit pro-kontra yang terjadi. Korupsi tak terkendali, demo di mana – mana, kriminalitas, anak muda yang bobrok moralnya, aku pikir negeri ini benar – benar kacau. Kebenaran tertelan karena uang, penguasa dengan sifat ketamakan, manipulasi fakta, penyalahgunaan wewenang, miskin tambah miskin kaya tambah kaya. Terkadang aku mengeluh, aku ingin menjadi manusia cerdas, berkemampuan dan memenuhi standar sebagai pemimpin, berimajinasi merubah tatanan negeri ini menjadi lebih baik, dan wujudkan sila ke lima Pancasila. Tapi, sekali lagi itu semua hanya imajinasi. Aku tak mempunyai keistimewaan untuk melakukan itu, benar – benar semu.

                   Teringat dahulu ketika duduk di bangku SD kelas 6, aku bertanya kepada guru saat pembelajaran setelah membaca pengertian Negara Miskin, Negara Berkembang, Negara Maju di buku paket IPS. “Bapak, status Negara kita ini Miskin atau Berkembang?” beliau menjawab “Alhamdulillah sekarang Indonesia menjadi Negara Berkembang mendekati Negara Maju, masih proses.” Dan ketika aku duduk di bangku kelas 8, aku bertanya kepada guru IPS. “Ibu, sekarang Indonesia masih berstatus Negara Berkembang?” beliau menjawab, “Iya, sementara ini masih berkembang.” Dan kemarin, guruku ada yang menanyakan “Anak – anak, apa status Negara kita? Maju atau Berkembang?” Serentak anak – anak menjawab “Berkembaaaaang… “ “Loh, dari dulu berkembang mulu, kapan majunya?” Semuanya tertawa, begitu juga aku. “Benar juga yah, kapan majunya?” aku bergumam.

                   Melangkah dan melangkah sambil merenung, aku pernah ditertawakan ketika bertanya kepada seorang guru “Pak, ini hari Sumpah Pemuda. Kita tidak memperingatinya?” “Untuk apa diperingati, hahaha!” Satu kelas menyambutnya dengan tawa. Aku tahu beliau bercanda, namun telingaku bagai disambar mendengar kalimat itu. Benar – benar gila, aku menggunakan hal ini sebagai sampel keadaan bangsa ini. inikah rakyat Indonesia? Dan yang tertawa itu, pantaskah sebagai generasi muda?
                   Aku bingung, aku ingin bercerita. Namun sekalinya bercerita, “Buat apa pusing – pusing mikirin Negara, pemerintah belum tentu mikirin kamu!” Ku pikir ada benarnya kalimat itu. Tapi, apa iya kita harus berlepas diri seperti ini selamanya? Ah, lagi – lagi aku bukanlah orang penting. Aku hanya dapat merenung tanpa berbuat.

                   Ketika penghina Pancasila menjadi Duta Pancasila, koruptor dengan penjara mewah bak hotel, pencuri yang ingin menyembuhkan rasa lapar dihukum seberat – beratnya. Tidak heran ketika ada seorang anak yang berkata “Akan ku injak – injak Pancasila, biar jadi Duta Pancasila.” Dan nyanyian seorang siswa, “Garuda Pancasila, siapa yang mendukungmu, patriot proklamasi, siapa berkorban untukmu, Pancasila dasar Negara, rakyat adil makmurnya kapan? Pribadi Bangsaku, belum maju maju, belum maju maju, tidak maju maju.” Beraninya anak itu. Ya Tuhan, bagaimana bangsa ini, ngeri sekali membayangkannya.

                   Melangkah dan melangkah lagi. Begitu banyak warna di kehidupan ini, namun aku sadar, aku tak mengetahui banyak. Bisa jadi pengetahuan ini hanya anggapanku, bisa jadi pula benar adanya. Hatilah yang berbicara. Ketidakberanian, ketidakpastian, menahan mulut ini untuk berkata, aku hanya rakyat jelata, aku takut diasingkan, aku takut dimusuhi, ini hanya intuisi untuk bangsaku.

                   Sejatinya, negeri ini adalah negeri yang begitu indah, negeri dengan kepulauan terbesar di dunia, negeri maritim terluas di dunia, negeri dengan berbagai macam budaya, bahasa, suku, aku benar – benar bangga, bagaimana tidak. Namun sadarkah, negeri seperti manusia, yang mempunyai jasad dan nyawa. Indonesia pun demikian, rupanya begitu indah, namun jiwanya entah.

                   Tuhan selalu menghias keindahan di antara keburukun, dan begitu juga sebaliknya. Aku yakin, pasti masih ada jiwa – jiwa yang tersisa yang ingin memajukan negeri ini. Yang mencintai negeri ini dengan tulus ikhlas, tak membiarkan kekayaan dan keindahan negeri ini tereksploitasi oleh oknum tak bertanggung jawab. Hanya saja mereka tak nampak karena tertutupi kehancuran yang selalu diekspos. Takkan kubiarkan perjuangan para pahlawan sia – sia. Kemerdekaan ini haruslah kemerdekaan sejati, bukan kemerdekaan semu. Dasar Negara Pancasila bukan hanya sekedar pajangan, bukan sekedar hafalan, bukan sekedar bacaan dan bukan sekedar penghias dinding. Aku cinta Indonesia, aku cinta Negeri ini. Bisikan dalam hati ini, “Bangkitlah Bangsaku, Bangkitlah Indonesiaku.”
                      


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CARA MENGENTRI DATA TRANSAKSI DI MYOB V18 Penjualan, Pembelian, Retur

LAPORAN PRAKERIN ( PKL ) DI PD BPR BKK Purwokerto Cabang Ajibarang

Pidato Bahasa Inggris SPEECH Pergaulan yang Bermoral dan Islami