Siapa Kamu di Mata-mu?

SIAPA KAMU DI MATAMU? 

Oleh Dila Indah Tawakhalni
26/07/2018 
Terlalu sering saya merangkai kata dalam benak, tanpa saya tulis dan akhirnya saya lupa. Baru saja kemarin saya memikirkan sesuatu dan kini menyesal karena tak mudah untuk mengingat kembali rangkaian kata dalam benakku kemarin. Tidak mudah untuk menuangkan keruwetan pikiran dalam bentuk kata-kata. Akan ada beberapa orang yang sama sekali tidak memahaminya atau justru malah salah paham dengan isinya. Di sini penulis mengajak pembaca untuk berlatih menebak isi secara tersirat jika kata-kata tersebut dalam bentuk kiasan dan berkhusnudzon jika ditemukan kata-kata penulis yang menohok hati.

Saya berusaha memposisikan diri sebagai pengamat, bukan sebagai salah satu pelaku dari beberapa pihak yang akan penulis catatkan. Terinspirasi dari suatu peristiwa, pengalaman yang terkadang memunculkan berbagai pertanyaan dalam benak saya. Dan ketika mencoba mengutarakan kepada orang lain hasilnya? Ah ternyata susah diucapkan. Begini-pun ngetik sambil mikir, kira-kira bagaimana ya kata-katanya? Maaf-maaf saja jika masih terlalu bertele-tele dan ambigu. Lagi-lagi penulis mengingatkan untuk berlatih khusnudzon.

Coba jawab jujur dalam hatimu. Jika dalam kehidupan ini kita bebas untuk memilih bagaimana kita, apa yang kamu inginkan dalam kehidupan ini? Jawab normal saja sebagaimana manusia yang memang Allah anugerahkan mempunyai nafsu. Ingin terlihat cantik atau tampan, pintar, normal tidak cacat, mempunyai banyak kelebihan, hidup berkecukupan atau bahkan kaya, makan enak, terkenal, disegani, dihormati, dan sebagainya. Sempurna. Lantas jika semua orang di muka bumi ini sama, tidak ada yang cacat, tidak ada yang miskin, tidak ada yang bodoh, tidak ada yang jelek (namun perlu dipahami bahwa tidak ada ciptaan Allah yang jelek, karena dibalik ketidakbagusan di mata kita, ada hikmah yang tak terduga dibaliknya), tidak ada yang mempunyai kekurangan, tidak ada yang MENGALAH, apakah orang-orang kaya akan terlihat kaya? Tanpa orang jelek akankah ada yang terlihat cantik? Tanpa orang bodoh, siapa yang terlihat pintar? Dan anda bisa meneruskannya sendiri untuk beberapa hal selanjutnya.

Sekarang..
Saya melihat kesenjangan yang luar biasa dari pihak yang berstatus ter-atas dan ter-bawah, atau pihak yang merasa lebih di atas dan lebih di bawah. Kepada yang merasa di atas, rasa-rasanya ingin mengumpat Sombong sekali kamu! Kepada yang merasa kalah karena di bawah, Lemah sekali kamu! Seakan-akan kita lupa, kalaupun begitu kita tetap sama-sama manusia, mempunyai hak dan kewajiban sebagai manusia. Tapi, tetap ada tapinya. Bukankah hidup ini lebih indah dan damai jika semua orang merasa sama, adil, setara? Sejauh kalimat ini, apa yang anda pikirkan? Tidak usah digeneralisasi. Ini beda konteks dengan sikap menghormati orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua. Di sini tidak membahas anggah-ungguh. Intinya tidak ada intinya. Anda sudah tau saya hendak berceloteh tentang kesenjangan sosial.

Kerap kita menemukan suatu kejadian yang akhirnya salah satu pihak melontarkan kalimat "siapa yang butuh, dia yang harus mendekat." Atau bahasa ngapaknya "Sing butuh Mburu!". Setuju dengan prinsip ini? Hah prinsip? Iya. Menurut penulis hal tersebut sudah menjadi mindset. Berdasarkan penglihatan penulis lho ya. Entah mengapa beberapa hari yang lalu satu pertanyaan ini memunculkan pikiran-pikiran ruwet dalam benak penulis. Hingga beberapa pertanyaan nongol begitu saja. Untuk apa kita hidup? Sebenarnya siapa kita? Sadar nggak hidup ini sementara? Sadar nggak bakal mati? Sadar nggak sih, kalau semua orang inginnya memberi/menolong, bukan mengemis/meminta-minta? Karena sejatinya manusia normal itu punya malu. Hanya saja berbeda-beda kadar malunya. Tapi terkadang yang keterlaluan, mereka-mereka yang menganggap diri dibutuhkan - berjalan di muka bumi ini dengan congkaknya. Enggan sekali untuk mendekat jika tidak didekati, mendidik kaum bawah untuk tau diri katanya. fiyuuuhh.. Mereka lupa dengan Allah, mereka lupa kalau kemampuan, kekayaan, kekuatan yang mereka miliki adalah karena izin Allah, dan juga sebagai ujian hidupnya di dunia. Tapi cenderung mereka akan beranggapan bahwa kesuksesannya kini, kekuatannya kini, karena usahanya, keuletannya, dan berbagai alasan lainnya. (Nah lo, semakin ngawur dan campur aduk bahasa-nya). Yang semakin memperparah keadaan, kaum yang merasa rendah/di bawah pun minder, juga malu untuk mendekat, merasa tidak enak-tidak pantas. Merendah dengan niatan baik jika berlebihan apakah justru tidak merendahkan dirinya? Semakin jelas akhirnya sekat antara si Kaya dan si Miskin, si Kuat dan si Lemah, si Pintar dan si Bodoh, dan seterusnya.

Namun perlu juga diketahui, (paragraf ini untuk anda-anda, mereka-mereka yang merasa lebih di atas. Atau pernah merasa di atas. Atau tidak merasa di bawah). Sekarang kita langsung ibaratkan si Kaya dan di Miskin. Nanti silakan dianalogikan dengan status berlawanan lainnya. Tidak ada orang yang ingin dilahirkan dalam keadaan miskin. Tidak ada orang yang ingin miskin selama hidupnya. Semua orang ingin bisa makan setiap ia lapar, bisa makan enak, bisa jalan-jalan rekreasi, bisa hangout bareng keluarga, sahabat, teman dan lain-lain, ingin bisa membeli sesuatu dengan mudah, ingin memberi sehingga ia disegani, ingin berpendidikan sehingga ia dihormati, ingin berkemampuan sehingga ia dihargai. Dan kau mendapatkannya. Sedangkan kau lihat banyak orang-orang di bawahmu yang tidak seberuntung dirimu. Mereka membutuhkanmu, tapi mereka tidak menyampaikannya kepadamu. Apa yang akan kau lakukan? Apatis? Tunggu saja sampai mendekat? Memantau mereka tanpa berkenan memulai lebih dulu? Hahaha.. Lupa-kah kau? Hartamu, kemampuanmu, kekuatanmu, kecerdasanmu, OTAK-mu, HATI-mu, Allah anugerahkan bukan tanpa tujuan? Haha sudah ku duga. Kau anggap keberhasilan yang kau dapatkan adalah berkat usahamu, perjuanganmu, lalu untuk apa kau membantu mereka-mereka yang malas? Ah darimana kau bisa menyimpulkan mereka malas? Kau memandang mereka sebelah mata tanpa kau sadari, tanpa kau niati, tapi terlakukan. (what?) Atau, kau adalah orang yang terlahir memang dalam keadaan serba ada? Jadi kau menganggapnya sebagai keberuntungan, lalu acuh dengan orang lain yang tidak seberuntung dirimu? Kau sibuk memotivasi, sibuk menasehati, tanpa kau fahami bagaimana perasaannya. Sekalipun kau berusaha untuk merasakan berada di posisinya, Kamu Tetap Bukan Dirinya! 

Hati-hati dengan kata "lah wong mereka yang butuh, ya harusnya mereka yang mendekat." Andaikan Kamu tau, bagaimana perjuangan mereka untuk mengumpulkan mental agar berani mendekat untuk meminta bantuan, melakukan perbuatan yang bagi jiwa manusia adalah hal yang memalukan, adalah hal yang luar biasa dan belum tentu kamu mampu melakukannya. Kamu menganggap diri sebagai orang yang dibutuhkan padahal kamulah yang membutuhkan mereka. Kelemahanmu adalah tidak suka mengingat kematian dan kehidupan setelah mati. Membutuhkan mereka? Why?

Bukankah mereka ladang pahalamu seharusnya? Mereka yang Allah posisikan di situ, yang selalu kamu acuhkan dan menuntut mereka untuk tau diri, kamu yang seharusnya tau diri sebagai manusia! Kekayaanmu hanya titipan, kecantikanmu bukan untuk disombongkan! Kalopun Allah berkehendak, bisa saja kamu dijadikannya miskin semiskin-miskinnya dalam sekejap. Kecantikanmu lenyap diganti dengan cacat. Allah sangat mudah melakukannya. Tapi kamu yang kini masih diberi kesempatan, apa mau lupa diri sampai mati?

Jujur penulis hanya menemukan 1, 2, dan beberapa saja orang mampu yang sadar bahwa menolong, mengayomi, melindungi adalah kewajiban. bukan kebaikan. Dan lainnya, tetap saja gila hormat dan haus ucapan terimakasih. Membuat posisi si miskin serba salah dan serba tidak enak hati. Menganggap diri sebagai orang yang pantas mendapat balas budi, disegani, ditakuti. Sadar!! Tanpa izin Allah kamu bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa! Kamu lebih berani, lebih percaya diri, lebih banyak relasi, lebih banyak pengetahuan, lebih mudah bergerak karena kamu punya posisi. Andaikan mereka yang kau anggap kelas bawah punya posisipun mereka mudah untuk mendahuluimu ke depan. Namun gerak mereka terbatas bayang tak kasat mata. Mereka malu! Mereka tidak punya modal! Mereka selalu diacuhkan! Mereka selalu disalahkan! Mereka kerap kalah sebelum bertanding karena keadaan yang menuntut seperti itu.

Dan Kalian Kaum Bawah!
Banguun. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah nasib mereka sendiri. Kamu yang terlalu pasrah dan nglelah dengan mindset "Rejeki mah udah ada yang ngatur. Mereka yang kaya-kaya dong, harusnya sedekah." Heloooooo?? Mau sampai kapan berpikiran bodoh begitu? Kamu tidak tau bagaimana mereka yang bagimu berhasil melalui perjuangan panjang, menghadapi halang rintang sebagai proses menuju puncak hidupnya. Jangan selalu menengadah untuk diberi. Budayakanlah malu hidup malas! Jangan melihat orang sukses itu dari posisinya, tapi dari perjuangannya menuju posisi itu!

Teruntuk kamu yang masih Allah uji dengan perjuangan panjang, namun Allah belum memberimu apa yang kamu harapkan, bersabarlah. Jangan merasa lemah, minder, tidak percaya diri, malu, lantas mengurangi beberapa hak-mu menjadi manusia. Be Brave Guys!! Allah tidak pernah salah dengan apa yang Dia berikan kepada hamba-Nya. Jangan malu untuk mendekat dan menyadarkan para kaum kaya untuk melek! Bahwa kamu ada sebagai jalan mereka mendekat kepada Allah. Kamu juga manusia, yang berhak menyampaikan pendapat, berhak tertawa lepas, berhak bebas, walaupun seringkali kaum atas membuat batas, hancurkan batas-batas itu dengan Ilmu. Jangan selalu mengalah atau kalah selamanya.

So, Siapa Kamu di Matamu? 
Jadilah manusia sebagaimana seharusnya. Jadilah sosok yang berwibawa tanpa kesombongan, dan jadilah sosok yang rendah hati bukan rendah diri. Terapkan hak kesamaan di mata Allah, di mata hukum, dan dimanapun. Tau diri sewajarnya.

Terimakasih telah menyimak dengan sabar..

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CARA MENGENTRI DATA TRANSAKSI DI MYOB V18 Penjualan, Pembelian, Retur

LAPORAN PRAKERIN ( PKL ) DI PD BPR BKK Purwokerto Cabang Ajibarang

Pidato Bahasa Inggris SPEECH Pergaulan yang Bermoral dan Islami